Beranda | Kritik Saran |

 
 

Berita


Penyu Berau, Menetas dalam Ancaman

Rabu, 20 November 2013 ~ diposting oleh Admin

Tujuh pulau-pulau kecil yang ada di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, merupakan lokasi peneluran favorit bagi penyu untuk bertelur. Rata-rata tercatat sebanyak 15.000 penyu betina dari jenis penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) bertelur di pulau-pulau tersebut. Pulau-pulau tersebut antara lain Pulau Derawan, Pulau Semama, Pulau Sangalaki, Pulau Belambangan, Pulau Sambit, Pulau Mataha, dan Pulau Bilang-Bilangan. Ancaman terbesar bagi penyu-penyu yang bertelur adalah pencurian telur serta lingkungan pantai yang kondisinya semakin tergedradasi oleh ulah oknum.

Memang belum ada catatan resmi besaran penyu yang bertelur di teritori Indonesia, namun garis pantai republik ini memang yang terpanjang dari seluruh negara di dunia dalam wilayah garis katulistiwa, menjadikan Indonesia memiliki banyak wilayah pesisir sebagai lokasi peneluran penyu yang sesuai. Salah satu contoh lain adalah garis pantai sepanjang 60 Km di pesisir barat Kalimantan, sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa, pesisir wilayah barat Pulau Sumatra, serta pesisir wilayah utara semenanjung bentang kepala burung Papua yang terkenal sebagai wilayah peneluran Penyu Belimbing (terbesar di wilayah barat Pasifik.

Bagi sektor perikanan, luas perairan Berau yang hampir setara 20 kali luas daratan administrasi Jakarta menyimpan potensi perikanan karang dan perikanan pelagis yang signifikan bagi Kalimantan Timur. Luas wilayah beserta potensi yang tersimpan di dalamnya ini merupakan aset Kabupaten Berau yang tidak ternilai. Rata-rata produksi perikanan dari daerah ini sebesar 14.000 ton pertahun. Pada tahun 2010 tercatat sebanyak 14.992 ton ikan segar dihasilkan lalu mengalami peningkatan, walaupun tidak signifikan, menjadi 15.509 ton pada tahun berikutnya. Berau sendiri menyumbang 10% dari total produksi perikanan laut dari 14 wilayah kabupaten di Kalimantan Timur (setelah ada pemekaran wilayah Kalimantan Timur menjadi Kalimantan Utara, saat ini tercatat ada 9 wilayah kota dan kabupaten di Kalimantan Timur).

Namun beberapa aktivitas perikanan di wilayah ini justru menimbulkan dampak ekologis yang sangat buruk. Kasus terakhir terjadi beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 22 Juli 2013, aparat gabungan meringkus dua kapal dari Jakarta yang menyebar pukat harimau dalam wilayah kawasan konservasi. Dugaan sementara kapal-kapal ini berniat melakukan pencurian ikan, penggunaan pukat harimau juga dipastikan merusak lingkungan. Selain merusak biota laut, pukat harimau pasti juga membunuh penyu yang terperangkap di dalamnya. Padahal penyu adalah salah satu ikon pariwisata di wilayah tersebut selain Danau Kakaban, salah satu dari dua danau yang ada di dunia yang menjadi habitat ubur-ubur tanpa penyengat.

Upaya pemberantasan aktivitas perikanan ilegal dan merusak, serta penegakan hukum bagi pencuri telur penyu di negeri ini memang masih menjadi catatan penting dalam upaya perlindungan ekosistem dan lingkungan. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang sudah diturunkan ke berbagai peraturan yang lebih mengikat, serta Peraturan Bupati Berau No. 31 Tahun 2005 sendiri sudah menetapkan “Kawasan Konservasi Laut” seluas 1.27 juta hektar di wilayah perairan Berau, kenyataannya pelanggaran masih seringkali ditemukan.

Seperti dikutip dari Radar Tarakan, pada hari Selasa (16/7) lalu, masyarakat setempat melaporkan adanya aktivitas pencurian penyu yang terjadi di Karang Muaras, Pulau Maratua. Tim Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Berau yang dipimpin Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan DKP Berau, Budy Hariyanto bersama jajarannya langsung bergerak ke lokasi kejadian, namun upaya pengejaran tidak berhasil karenaspeedboat yang kalah cepat. Lebih lanjut Budy juga menegaskan kalau anggaran yang minim hanya mencanangkan 7 kali patroli dalam setahun. Pencurian telur penyu masih sering terjadi tanpa ada penindakan tegas, sementara itu ativitas perikanan yang menggunakan alat-alat yang tidak ramah lingkungan seperti bom dan pukat juga seringkali menjadikan penyu sebagai “korban” sampingan (bycatch) masih juga belum ditangani dengan efektif.

Kondisi di atas tentu saja tidak selaras dengan antusiasme pengunjung kawasan ini yang terus meningkat tajam. Pada tahun 2010 tercatat sebanyak 10.824 wisatawan mancanegara melakukan kunjungan. Pada tahun 2012 peningkatan sebesar 60% menjadi sekitar 16.828 wisatawan. Saat ini juga tengah terpantau 3-4 hotel baru yang tengah dikembangkan, serta beberapa cottage dan perbaikan rumah penduduk yang disiapkan untuk menampung level pelancong domestik yang jumlahnya diperkirakan jauh lebih besar. Potensi wisata ini tentunya dapat meningkatkan perekonomian lokal melalui jasa industri pariwisata kreatif. Namun kalau pelanggaran –pelanggaran tersebut masih terkesan dibiarkan, potensi ekonomi kreatif akan terancam ke depannya.

Sosialisasi terus-menerus bagi wisatawan dan masyarakat untuk berhenti mengonsumsi telur penyu, serta keuntungan panjang bagi pengelolaan dari sektor pariwisata diharapkan mampu menjadi ujung tombak yang dapat mengatasi masalah ini secara signifikan. Masyarakat ditegaskan kalau konsumsi telur penyu merupakan pelanggaran terhadap hukum. Bupati Berau melalui instruksi No.60/2346-Um/XII/2001 juga telah mencabut konsesi terhadap telur penyu di Pulau Sangalaki dan Pulau Derawan. Kedua pulau tersebut telah ditetapkan sebagai kawasan larang ambil (full protected). Harapannya kedua pendekatan ini akan mampu memutus rantai perdagangan konsumsi telur penyu di wilayah Berau.

Pengaturan ketat zonasi aktivitas perikanan perikanan adalah mutlak diberlakukan, selain itu pengaturan penggunaan alat tangkap juga harus diberlakukan dengan ketat pula. Koordinasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat juga harus ditingkatkan. Koordinasi ini terkait pemberian ijin untuk wilayah tangkapan yang jauhnya dan ijinnya berdasarkan jauhnya dari garis pantai.

Koordinasi antar lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, serta aparat penegak hukum dalam pemberlakuan peraturan secara tegas adalah hal mutlak yang tidak dapat ditawar, kecuali kita semua setuju kalau “mutiara pariwisata” dari Kalimantan Timur ini tidak penting bagi ekonomi lokal dan generasi mendatang. (ar)
----------------


WWF-Indonesia memulai upaya konservasi di Berau pada 2000 dengan dukungan dari WWF-NL dan DANIDA (Danish International Development Agency). Upaya perlindungan penyu juga sudah dilakukan oleh Pemkab Berau yang telah lama melarang penjualan telur penyu sesuai dengan SK Bupati Berau No. 660/2346-UM/XII/2001 yang isinya berupa larangan mengeksploitasi dan memanfaatkan telur penyu.  


Referensi:

  1. http://www.festivalderawan.com/?p=3993
  2. http://simpotda.web.id/index.php?option=com_content&view=article&id=654:perikanan-berau&catid=597:potensi-perikanan&Itemid=94
  3. http://perikananberau.files.wordpress.com/2010/05/buku_menuju-kkl-berau.pdf
  4. http://www.radartarakan.co.id/index.php/kategori/detail/Berau/41319


Berita Lainnya


 
STATISTIK

145113

Sedang Online: 1
Kunjungan Hari ini : 26
Hits hari ini : 30
Total Kunjungan : 59222
Total Hits : 145113